JAKARTA - Menjelang Pilkada 2024, Mahkamah Konstitusi membacakan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2023 yang dibacakan pada sidang 20 Agustus 2024. Keputusan tersebut menjelaskan ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) DPRD atau 20 persen kursi DPRD. Sekaligus Mahkamah Konstitusi juga menolak gugatan terkait batas usia melalui putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Pada kemudian DPR RI melalui Badan Legislasi melakukan manuver dengan menggelar sidang paripurna untuk mendorong Rancangan Undang - Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan Bupati, Walikota dan Gubernur yang akan dilaksanakan 22 Agustus 2024.
Baca juga:
Tony Rosyid: Semua Sepakat Pemilu 2024
|
Hakim Mahkamah Konstitusi Prof. Saldi Isra dalam keterangannya menjelaskan Jika penyelenggara tidak mengikuti pertimbangan dalam putusan Mahkamah a quo, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan, calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang tidak memenuhi syarat dan kondisi dimaksud berpotensi untuk dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah Konstitusi.
Melihat situasi tersebut Pengurus Besar Anak Muda Indonesia (PB AMI) mendesak:
1. DPR RI segera menghentikan pembahasan revisi Undang Undang Pilkada dalam sidang paripurna;
2. Mendesak kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mematuhi dan menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 /PUU-XXII/2024 dalam menetapkan calon kepala daerah dan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang batas usia calon kepala daerah;
3. Jangan kebiri Demokrasi demi kepentingan praktik KKN.
Baca juga:
Tony Rosyid: Pemilu Ditunda? No Way!
|
“Kami mengawal putusan MK, keputusan MK bersifat final dan mengikat, DPR jangan anulir putusan tersebut”., terang Tomi Erizal Sekjen PB AMI saat ditemui awak media di Jakarta.