Aris Irawan: Asas Dominus Litis Absolut Kejaksaan dalam RUU KUHAP, Berpotensi merusak Sistem Peradilan Pidana dan Merugikan Masyarakat Pencari Keadilan

    Aris Irawan: Asas Dominus Litis Absolut Kejaksaan dalam RUU KUHAP, Berpotensi merusak Sistem Peradilan Pidana dan Merugikan Masyarakat Pencari Keadilan
    DR. Aris Irawan, S.H.,M.H.,C.Pm

    HUKUM - Fungsi kepolisian sebagai institusi yang menyelengarakan peyelidikan dan penyidikan dapat bergeser jika dominus litis absolut kejaksaan diterapkan. Jaksa sebagai subsistem dalam peradilan pidana berperan sebagai penuntut umum dalam suatu perkara, tidak ada subsistem yang paling dominan dalam suatu sistem peradilan pidana sebagai sistem hukum, masing-masing seharusnya sebagai struktur hukum yang komplementer bagi subsistem yang lainnya, (Kepolisian dalam Penyelidikan dan Penyidikan, Penuntut Umum dan Hakim di Pengadilan. Akan menjadi bahaya sekiranya dalam penegakan hukum jika salah satu memiliki kewenangan yang luarbiasa dalam penyelengaraan sistem peradilan pidana akan terjadi Abuse of power, dan itu tentunya merupakan pelanggaran terhadap prinsip keadilan hukum dan Kepastian Hukum tentunya.

    Kepolisian sebagai pintu masuk penegakan hukum di Indonesia, gerbang terdepan penegakan hukum tentunya dalam hal peran penyelidikan dan penyidikan sangat menentukan dalam proses awal jalannya penemuan kebenaran materil dalam sistem peradilan pidana Indonesia, masing-masing memiliki peran yang berbeda, KUHAP yang selama ini berlaku Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana, saya rasa sudah memberikan kewenangan yang setara bahkan saling mengawasi, saling komplementer, dan proporsional antara masing-masing sub sistem dalam penegakan hukum itu, jangan sampai dirusak oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu yang berdampak pada sistem peradilan pidana yang sudah berjalan dengan baik. Memang KUHAP sebagai ketentuan Hukum Pidana Formil perlu direvisi karena sudah 44 tahun, tentunya yang paling urgen adalah dalam hal menyambut pelaksanaan KUHP Nasional Undang-Undang Nomor.1 Tahun 2023 yang sangat memerlukan ketentuan formil yang diharapkan dapat mempermudah pelaksanaannya keadilan dalam penegakan hukum bagi masyarakat.

    Sistem Peradilan pidana dapat diartikan sebagai suatu proses bekerjanya beberapa lembaga penegak hukum. Mekanisme peradilan pidana tersebut meliputi aktivitas yang bertahap dimulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan hakim yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Proses yang bekerja secara berurutan tersebut pada dasarnya menuju pada suatu tujuan bersama yang dikehendaki. Keseluruhan proses itu bekerja di dalam suatu sistem. Pada sistem peradilan pidana yang selama ini berjalan sebenarnya sudah ada asas dominus litis, walaupun tidak se-absolut yang ada di dalam RUU KUHAP, karena sebenarnya dalam KUHAP yang sudah berjalan sekarang, ketika perkara masuk dikepolisan dimulainya penyidikan dan dipenuhinya bukti permulaan ada yang namanya SPDP yang memberitahukan dimulainya penyidikan oleh penyidik kepolisian kepada penuntut umum, artinya sudah tepat ketika hal ini dikaitkan dengan mekanisme control kejaksaan atau saling mengawasi dalam sistem peradilan pidana. Berbeda dengan halnya Dominus litis Absolut kejaksaan yang memungkinkan jaksa langsung melanjutkan proses kewenangannya tanpa pelimpahan berkas perkara dari kepolisian, akan berdampak tumpang tindih kewenangan dan rawan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh kejaksaan.

    Absolutisme yang diberikan kepada kejaksaan dalam menentukan proses dalam peradilan pidana akan berdampak besar dalam penegakkan hukum, yang menjadi korban tentunya nanti masyarakat juga, sehingga ini seharusnya kita tolak bersama. Jika hal ini disahkan kemudian menjadi undang-undang dominus litis yang diperluas didalam RUU KUHAP ini saya agak pesismis kejaksaan dapat membuktikan dalam menyelengarakan kewenangan secara adil bagi masyarakat, sehingga malah sebaliknya kekuasaan yang besar akan berpotensi terjadi penyalahgunaan kewenangan, hilangnya asas saling mengasasi dan dan proporsional antara masing-masing sub sistem dalam penegakan hukum. Jika dapat dijalankan dengan baik sesuai alasan-alasan dalam perancangan RUU KUHAP agar masyarakat memiliki pilihan, tentunya riskan terlaksana. Sehingga pengaturan tentang dominus litis kejaksaan yang selama ini sudah lebih baik dari itu, karena ada mekanisme control antar penegak hukum begitu juga masyarakat memiliki ruang control terhadap suatu perkara dalam sistem peradilan pidana.

    Bahaya, dari pengalaman sistem peradilan pidana kita, sebelum adanya KUHAP itu diatur oleh Herzien Inlandsch Reglement (HIR) yang memberikan kewenangan absolut pada salah satu sub sistem, kemudian sudah diperbaiki sedemikian rupa dengan lahirnya KUHAP tahun 1981, kenyataan sekarang kita harus Kembali lagi kepengaturan serupa. Sehingga seharusnya perancangan KUHAP yang sekarang sedang berlangsung DPR RI harus berfokus pada persipan ketentuan formil bagi pelaksanaan KUHP Nasional yang tahun depan mau tidak mau, suka tidak suka harus diterapkan, jangan sampai substansi yang dirubah malah untuk kepentingan yang lain. Banyak aspek yang harus dipersiapkan KUHAP yang baru dalam menghadapi pelaksanaan KUHP Nasional, salah satunya misalnya terkait masalah penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan, ini yang seharusnya dipersiapkan sedemikian rupa, dan banyak hal lain lagi yang seharusnya menjadi fokus perhatian, tentunya dalam rangka mempersiapkan ketentuan Hukum Pidana Formil yang menjawap tantangan kedepan dalam penegakan hukum. Jangan sampai ketentuan perundang-undangan yang dibuat sejak awal sudah berdampak merugikan kepentingan masyarakat.

    RUU KUHAP seharusnya juga memperkuat kewenangan setiap subsistem yang ada dalam sistem peradilan pidana, seperti kewenangan POLRI, dan memperkuat mekanisme control terhadap semua pihak yang terlibat dalam penyelengaraan sistem peradilan pidana dari eksternal seperti masyarakat, ini yang belum ada, KUHAP yang baru seharusnya memberikan ruang bagi publik untuk ikut berperan dalam menentukan jalannya penegakan hukum terutama dalam mengawasi jalannya sistem peradilan pidana. Bukan dengan cara kejaksaan justru mendapatkan porsi yang semakin besar dan absolut dalam mengontrol jalannya perkara. Ini berpotensi bahaya menimbulkan ketimpangan dan membatasi hak warga negara untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.

    Tarakan, 13 Februari 2025

    DR. Aris Irawan, S.H., M.H., C.Pm

    Dosen Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Borneo Tarakan

    aris irawan
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Fungsi dan Wewenang DPR RI

    Artikel Berikutnya

    Ketua PBH Perhakhi: Dominus Litis dalam...

    Berita terkait