JAKARTA – Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto, menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Hakim menyatakan permohonan tersebut kabur atau tidak jelas, sehingga tidak dapat diterima.
"Mengadili: Mengabulkan eksepsi dari termohon. Menyatakan permohonan oleh pemohon kabur atau tidak jelas. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima, " ujar Djuyamto saat membacakan putusan di ruang sidang Prof. H. Oemar Seno Adji, PN Jakarta Selatan, pada Kamis (13/2/2025) petang.
Sebelumnya, dalam sidang praperadilan ini, Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menghadirkan 153 bukti untuk memperkuat penetapan tersangka terhadap Hasto. Dari jumlah tersebut, 11 di antaranya merupakan bukti elektronik, termasuk handphone yang disita dari pihak-pihak yang diduga terkait kasus tersebut.
Selain itu, KPK juga menghadirkan empat ahli untuk memberikan keterangan bahwa langkah hukum yang diambil terhadap Hasto, termasuk penetapan status tersangka, telah sesuai dengan prosedur hukum.
Gugatan Praperadilan Hasto
Hasto mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 10 Januari 2025 dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel. Dalam permohonannya, ia menuding penyidik KPK bertindak sewenang-wenang dalam menetapkan dirinya sebagai tersangka.
Tim hukum Hasto berargumen bahwa KPK hanya menggunakan bukti lama yang seharusnya sudah diuji di pengadilan dan telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah). Mereka juga menekankan bahwa dalam persidangan terdakwa lain, tidak ada satu pun bukti yang menunjukkan keterlibatan Hasto dalam suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, untuk kepentingan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku.
Dugaan Keterlibatan dalam Suap dan Obstruction of Justice
KPK menetapkan Hasto dan advokat PDIP, Donny Tri Istiqomah, sebagai tersangka pada akhir tahun lalu atas dugaan suap kepada Wahyu Setiawan. Selain itu, Hasto juga diduga mengurus PAW anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) 1 Kalimantan Barat, Maria Lestari.
Selain dugaan suap, Hasto juga dikenakan pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Ia dituding membocorkan operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada awal 2020 yang menyasar Harun Masiku. Hasto diduga meminta Harun untuk merendam handphone dan segera melarikan diri. Selain itu, ia juga disebut memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan handphone agar tidak ditemukan oleh KPK.
Tak hanya itu, Hasto diduga mengumpulkan beberapa saksi terkait perkara ini untuk mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan sebenarnya.
Pemeriksaan dan Penggeledahan oleh KPK
Hasto telah menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Senin (13/1). Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik mendalami barang bukti yang telah disita, termasuk dokumen dan bukti elektronik, serta mendalami keterangan dari para saksi.
Sebelumnya, pada Selasa (7/1), tim penyidik KPK telah menggeledah dua rumah kediaman Hasto, yakni di Kebagusan, Jakarta Selatan, dan di Perumahan Villa Taman Kartini, Blok G3, Nomor 18, Margahayu, Bekasi, Jawa Barat. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti, termasuk dokumen dan catatan yang diduga berkaitan dengan kasus ini.
Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, hingga saat ini KPK belum menahan Hasto maupun Donny Tri Istiqomah. (HK)