Hendri Kampai: Krisis Ekonomi dan Batas Daya Tahan Rakyat Pemicu Revolusi

    Hendri Kampai: Krisis Ekonomi dan Batas Daya Tahan Rakyat Pemicu Revolusi

    POLITIK - Dalam sejarah peradaban manusia, krisis ekonomi selalu menjadi salah satu pemicu utama revolusi. Ketika kesenjangan semakin melebar, harga kebutuhan pokok melambung, dan pengangguran meningkat drastis, masyarakat yang selama ini menahan diri akhirnya sampai pada titik didih. Revolusi bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam. Ia lahir dari akumulasi penderitaan yang semakin sulit dibendung. Pada akhirnya, ketika daya tahan rakyat mencapai batasnya, mereka pun bangkit menuntut perubahan.

    Ekonomi sebagai Fondasi Stabilitas Sosial
    Ekonomi bukan sekadar soal angka-angka dalam laporan keuangan negara. Ia adalah urat nadi kehidupan masyarakat. Selama rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya—pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan—mereka cenderung menerima sistem yang ada, meskipun penuh ketidakadilan. Namun, ketika ketimpangan ekonomi semakin lebar dan pemerintah gagal menghadirkan kebijakan yang mampu menyejahterakan rakyat, gelombang ketidakpuasan mulai muncul.

    Sejarah membuktikan bahwa setiap revolusi besar dalam sejarah dunia memiliki latar belakang ekonomi yang kuat. Revolusi Prancis (1789), misalnya, terjadi karena rakyat tidak lagi mampu menanggung beban pajak yang tinggi, sementara kaum bangsawan hidup dalam kemewahan. Revolusi Rusia (1917) juga didorong oleh kesenjangan sosial dan kemiskinan yang parah di bawah kekaisaran Tsar. Bahkan di era modern, krisis ekonomi sering kali menjadi pemicu pergolakan politik, seperti yang terlihat dalam Arab Spring (2010-an).

    Batas Daya Tahan Rakyat
    Rakyat memiliki daya tahan, tetapi tidak tanpa batas. Sebagian besar masyarakat bisa bertahan dalam situasi sulit, tetapi ada titik kritis di mana tekanan yang terus meningkat akan melampaui kemampuan mereka untuk bertahan. Faktor-faktor yang mempercepat batas daya tahan ini antara lain:

    1. Lonjakan Harga Kebutuhan Pokok: Ketika harga pangan, bahan bakar, dan biaya hidup melonjak tanpa kenaikan pendapatan yang sepadan, daya beli masyarakat merosot. Situasi ini menciptakan tekanan yang luar biasa, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

    2. Pengangguran yang Tinggi: Hilangnya pekerjaan dalam jumlah besar akibat resesi atau kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat akan menciptakan keresahan sosial. Ketika rakyat tidak lagi mampu mencari nafkah, mereka mulai mempertanyakan legitimasi pemerintahan yang ada.

    3. Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan: Ketika pemerintah lebih sibuk memperkaya diri sendiri daripada mengatasi penderitaan rakyat, kepercayaan terhadap sistem mulai runtuh. Korupsi yang merajalela sering kali menjadi pemantik utama kemarahan rakyat.

    4. Ketimpangan Sosial yang Mencolok: Jika ada segelintir elite yang hidup berlebihan sementara mayoritas rakyat hidup dalam keterbatasan, ketegangan sosial akan meningkat. Ketidakadilan ekonomi selalu menjadi bara dalam sekam yang bisa meledak sewaktu-waktu.

    5. Kegagalan Negara dalam Menyediakan Kesejahteraan: Ketika rakyat sudah tidak lagi percaya bahwa pemerintah mampu membawa perbaikan, mereka akan mencari alternatif lain, termasuk perubahan sistem melalui revolusi.

    Revolusi: Antara Harapan dan Kekacauan
    Revolusi sering kali dianggap sebagai jalan terakhir ketika semua mekanisme perubahan yang lebih damai telah gagal. Namun, revolusi juga bukan tanpa risiko. Sejarah mencatat bahwa revolusi bisa menghasilkan perubahan besar, tetapi juga bisa berujung pada kekacauan yang lebih besar.

    Revolusi Prancis, misalnya, berhasil menggulingkan monarki absolut, tetapi diikuti oleh periode kekerasan yang dikenal sebagai Reign of Terror. Revolusi Rusia melahirkan pemerintahan komunis yang kemudian membawa berbagai tantangan baru. Arab Spring yang awalnya penuh harapan justru berujung pada ketidakstabilan berkepanjangan di beberapa negara.

    Namun, meskipun revolusi membawa risiko, ia juga sering kali menjadi satu-satunya jalan bagi rakyat untuk keluar dari cengkeraman ketidakadilan. Ketika daya tahan telah mencapai batasnya, rakyat tidak lagi takut menghadapi risiko, karena bagi mereka, bertahan dalam sistem yang menindas sama saja dengan kematian perlahan.

    Kesimpulan
    Krisis ekonomi bukan sekadar masalah ekonomi. Ia adalah pemicu revolusi ketika daya tahan rakyat mencapai batasnya. Ketidakadilan ekonomi, lonjakan harga kebutuhan pokok, pengangguran, dan korupsi adalah faktor utama yang mendorong rakyat menuju perubahan radikal. Sejarah membuktikan bahwa ketika sebuah sistem gagal memenuhi kebutuhan dasar rakyat, revolusi menjadi keniscayaan.

    Namun, revolusi bukan hanya soal menggulingkan kekuasaan lama, tetapi juga bagaimana membangun sistem baru yang lebih adil dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pemerintah yang bijaksana harus belajar dari sejarah—mencegah revolusi dengan menciptakan kesejahteraan, bukan sekadar menekan suara rakyat yang mulai bergejolak. Sebab, sekali batas daya tahan rakyat terlampaui, gelombang revolusi akan sulit dihentikan.

    Jakarta, 14 Februari 2025
    Hendri Kampai
    Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi

    hendri kampai krisis ekonomi revolusi
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Fungsi dan Wewenang DPR RI

    Artikel Berikutnya

    Hendri Kampai: Media Sosial, Alat Perjuangan...

    Berita terkait